Daya saing menjadi isu penting dalam konteks pembangunan nasional, tak ketinggalan Provinsi Lampung. Pemeritah pusat berharap, pemerintah daerah mampu meningkatkan daya saing daerahnya, sehingga secara akumulatif meningkatkan daya saing nasional. Pertanyaannya, sudahkah agenda pembangunan mengarah pada peningkatan daya saing?
Daya saing (competitiveness) dalam bahasa yang lebih operasional adalah keunggulan kompetitif. Keunggulan, adalah keadaan yang menunjukkan lebih dari yang lain. Sedang kompetitif, adalah kata sifat yang berkaitan dengan kompetisi atau persaingan. Artinya, dalam iklim persaingan, ada yang lebih dan ada yang kurang. Dengan pengertian ini, daya saing memiliki sifat relatif. Tergantung apa yang dibandingkan dan bagaimana membandingkan.
Keunggulan komparatif (perbandingan) menjadi tidak relevan lagi dalam iklim kompetisi saat ini. Tidak hanya di dunia bisnis, persaingan juga sudah menjadi matra dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Antarnegara, antarpemda, antarsatuan kerja, iklim persaingan sekarang semakin kuat. Penyelenggara pemerintah berlomba menghadirkan pelayanan publik yang prima. Bahkan beberapa lembaga pemerintah sekarang ini mulai mengadopsi berbagai standar internasional penjaminan mutu (ISO), termasuk ISO 37001:2016 tentang sistem manajemen anti penyuapan.
Tak ketinggalan, banyak lembaga skala nasional maupun internasional yang kemudian mengukur dan meranking daya saing satun-satuan pemerintahan: nasional maupun daerah. Diantara lembaga-lembaga tersebut, tentu memiliki preferensi indikator daya siang masing-masing untuk menilai setiap objek penelitiannya.
Lalu, dengan paradigma apa sebaiknya kita memaknai daya saing ini, dalam konteks pembangunan daerah? Apakah kita cukup dengan merujuk indikator-indikator yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga yang sudah ada? Atau setiap daerah (dan setiap satuan kerja) bisa menentukan indikator-indikatornya sendiri, sesuai dengan daya saing (keunggulan kompetitif) yang hendak dibangun? Mari kita bahas ini dalam bingkai pembangunan daerah.
Basis Potensi
Daya saing atau keunggulan kompetitif tentu harus berangkat dari apa yang dimiliki daerah tersebut. Kita sebut sebagai potensi daerah. Potensi, tidak akan melahirkan nilai (daya) jika tidak mampu dikelola dengan baik. Potensi yang berhasil diberdayakan akan melahirkan kompetensi. Potensi menjadi impotensi jika gagal dikelola menjadi satu kekuatan yang bernilai lebih.
Potensi setiap daerah tentu berbeda-beda. Setiap daerah juga memiliki prioritas dan arah pembangunan masing-masing. Yang pasti adalah, semua daerah dalam membangun pasti bertujuan, salah satunya, adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tujuan pembangunan yang utama adalah meningkatkan kualitas hidup warganya. Karena itu, potensi yang digali dalam rangka melahirkan kompetensi, tidak lain adalah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Potensi daerah sebagai modal dan sumber daya pembangun tentu beragam di setiap daerah. Potensi itu bisa berupa komoditi primer, atau juga produk-produk manufaktur yang bernilai ekonomi. Bisa juga dalam bentuk layanan atau jasa-jasa lembaga pemerintahan dan swasta. Itu semua merupakan potensi, yang bisa sekadar bernilai komparatif atau juga kompetitif. Potensi yang mampu dikelola secara baik, tentu menjadi kompetensi dari pengelolanya. Daerah yang mampu mengelola dan meningkatkan nilai dari potensi yang dimilikinya, akan melahirkan kompetensi daerah atau daya saing daerah. Maka, sampai disini, daerah memiliki ruang untuk membangun kompetensinya masing-masing, sesuai dengan potensi yang dimiliki. Artinya, kompetensi dan daya saing daerah tidak harus seragam.
Jawaban atas pertanyaan untuk siapa daya saing daerah itu dibangun, akan menentukan kompetensi apa yang menjadi prioritas dikembangkan oleh satu daerah. Daya saing yang dikembangkan sesuai dengan indikator yang ditetapkan satu lembaga, tentu akan sejalan dan sesuai dengan kepentingan lembaga yang menenetapkan indikator daya saing tersebut. Kepentingan itu, misalnya, untuk meningkatkan keramahan dan kemudahan investasi.
Bisakah daerah membangun daya saing sesuai dengan potensinya masing-masing? Bisa, tentu. Dan bukan berarti harus tidak sejalan dengan ukuran-ukuran universal. Hanya saja, daerah perlu memiliki prioritas yang memang relevan dengan kondisi daerah dan visi pembangunanya sendiri.
Proritas ini menjadi penting, mengingat sumber daya pembangunan yang tidak tak terbatas. Kemampuan fiskal daerah pasti ada batas. Semangat untuk melakukan semua yang ingin kita lakukan, acap membuat kita terbentur-bentur dengan keterbatasan itu. Semangat mengerjakan semua itu yang sering membuat kita hilang fokus. Tidak efektif untuk mencapai tujuan.